Words & Photos: Edwin Pangestu
Setelah Potato Head Beach Club Bali, Potato Head
Pacific Place, dan Potato Head Garage, PTT Family kembali meluncurkan venue
barunya yang bernama Three Buns. Kesan pertama saya adalah, mereka tampaknya
ingin menghadirkan suasana Bali yang santai ke Senopati. Awalnya, saya malah
sangat excited dengan logo mereka, gambar wajah babi. Akhirnya Bali dan babi
bisa kembali bersatu di Jakarta! Ternyata saya salah lihat, ternyata itu adalah
wajah bulldog, too bad.
Menu makanan Three Buns berfokus pada burger dan
bottled cocktails. Ini yang paling menarik, mereka sangat serius soal burger.
Setelah beberapa kunjungan ke Potato Head, burger mini mereka selalu menjadi
makanan favorit saya, tapi Adam Penney, Head Chef Three Buns membawa burger ke
level yang lebih tinggi dengan 100% all natural burger, artisan buns &
homemade slow cooked sauces.
Sebagai penggemar Rolling Stones, menu Honky-Tonk (soya
milk fried chicken, coleslaw, lettuce, hot sauce & den miso mayo) tentu saja
sangat menarik perhatian, tapi sejatinya, saya adalah seorang karnivor. Oleh
sebab itu saya memesan Four Floors (double prime 100g beef patties, double
cheese, triple onion, lettuce, pickles, ketchup & den miso mayo). Untuk
mengimbang menu berat ini, saya membutuhkan sesuatu yang segar, seperti Very
Berry (vodka with blackberries, strawberries, raspberries, cranberry, lime
& honey).
Setelah pesanan saya datang, saya agak terkejut juga
sih melihat ukuran burger ini, terutama tebalnya. Burger Blenger saja hampir selalu
berhasil membuat rahang saya kram setiap berusaha menggigit dari bun atas
hingga bawah. Ukuran Four Floors lebih tebal lagi, sebelum mempermalukan diri
sendiri, lebih baik saya makan menggunakan sendok dan pisau saja.
Pernahkah Anda makan burger, pasta, atau apa saja, lalu
Anda langsung merasa, “ah yang kaya gini gue juga bisa bikin di rumah!”? Anda tidak
akan mengalaminya di sini (kecuali Anda memang usaha burger premium di rumah).
Pertama, patty burgernya tidak terasa asin. Patty burger beku biasanya
diasinkan, karena penggunaan garam juga berfungsi sebagai cara alami untuk
mengawetkan makanan. Ini semakin meyakinkan saya bahwa Three Buns membuat sendiri patty mereka.
Selain itu, meski bagian luar patty terlihat sedikit gosong (istilah kerennya: browning), sementara bagian dalamnya masih merah, juicy (bayangkan steak dengan tingkat kematangan medium). Untuk mencapai hasil seperti ini, Anda harus menggunakan api yang besar dan tentunya, jam terbang yang cukup tinggi. Inilah yang membedakan gourmet burger dan burger rumahan.
Selain itu, meski bagian luar patty terlihat sedikit gosong (istilah kerennya: browning), sementara bagian dalamnya masih merah, juicy (bayangkan steak dengan tingkat kematangan medium). Untuk mencapai hasil seperti ini, Anda harus menggunakan api yang besar dan tentunya, jam terbang yang cukup tinggi. Inilah yang membedakan gourmet burger dan burger rumahan.
Kemudian, saus yang diklaim sebagai “homemade slow
cooked” sepertinya memang benar, meski saya tidak melihat langsung proses
pembuatannya. Rasa khas saus campuran tomat dan sayuran ini mengingatkan saya
akan bolognese sauce yang sering saya buat di rumah, sama-sama dibuat dengan
metode slow cooking. Ada rasa khas yang dihasilkan dari cara ini dan tidak bisa
didapat hanya dengan mencampurkan bahan secara sembarangan, sulit untuk
menjelaskannya dalam kata-kata. Memang dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi
untuk membuatnya, tapi hasilnya sangat worth it.
Selain itu, Three Buns menggunakan red onion yang agak
jarang saya jumpai di burger lain. Four Floors jelas bukan merupakan burger
yang bisa dibuat siapa saja di rumah. Selain itu, Four Floors adalah burger
dengan porsi “Amerika”. Saran saya, jika Anda datang berdua, coba pesan satu
saja dulu. Saya agak nekad menghabiskan satu burger ini sendiri, kenyang banget
coy! Dengan harga Rp 125.000, sepertinya Anda akan cukup kenyang jika
memakannya berdua. Ini salah satu burger terenak yang pernah saya makan. Satu-satunya
keluhan malah datang dari kentang gorengnya yang agak terlalu asin buat saya.
Very Berry (Rp 100.000) merupakan salah satu minuman
rekomendasi dari PR Potato Head, bersama dengan Citrus Crush. Salah satu
keunikan minuman ini adalah dikemas dalam botol yang agak mirip botol obat.
Well, mocktail ini lumayan menyegarkan, bodynya cukup tebal jika belum
bercampur es batu.... “Eh, itu kan cocktail,”
kata teman saya. Setelah saya lihat lagi, ternyata memang ada vodkanya,
tapi entah kenapa tidak terasa sama sekali. Bisa jadi karena toleransi saya
terhadap alkohol makin tinggi, mungkin esnya terlalu banyak, atau mungkin saya
dipesankan versi mocktailnya (semua cocktail Twist bisa disajikan dalam bentuk
mocktail seharga Rp 50.000).
Sepertinya PTT Family memang ingin menambah variasi
venuenya. Setelah Potato Head Garage yang sering dijadikan venue indoor untuk
berbagai event, sekarang PTT Family bisa menawarkan Three Buns yang lebih casual.
Saya melihat beberapa ekspatriat yang bekerja di sana mengenakan celana pendek.
Kembali ke kesan pertama saya, seperti menghadirkan Bali ke Senopati, meski
tanpa babi. Saya jamin, Three Buns akan menambah panjang kemacetan di Senopati
setelah sebelumnya diperparah oleh Cacaote yang terletak beberapa rumah sebelum
Three Buns.
Kesimpulan: ada
kata “gourmet” pada burger Three Buns, dan kata itu bukan omong kosong
Three
Buns
Jl. Senopati Raya no. 90
021 2930 7780
threebuns.com
yeaayy, jadi food blogger nih mas sekarang?
ReplyDeletesebenernya sih dari jauhpun itu udah keliatan buldog bukan babi haha :p
kupingnya itu loh. ato mungkin gw lagi berbabilusinasi
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNice. Gaya bahasanya eye catching. Fotonya? Ga perlu saya kasih komentar ya, udah pasti bagus. Btw, saya suka kalimat Anda di paragraf terakhir :)
ReplyDelete